Produksi kendaraan listrik makin gencar, harga nikel berpotensi naik

harga nikel naik

Harga nikel naik jelas menguntungkan penambang nikel dalam negeri.

Harga nikel bergerak sangat fluktuatif dalam beberapa waktu terakhir. Sempat menyentuh level tertingginya di US$ 16.455 per ton pada Jumat (27/11). Lalu harga bergerak turun ke US$ 15.954 per ton. 

Walaupun, merujuk Bloomberg, pada Jumat (4/12), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulanan sudah kembali naik ke level US$ 16.399 per ton. 

Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono menyebut pergerakan harga nikel saat ini tergolong masih wajar. Menurutnya, setiap terjadinya tren positif penguatan, lalu akan disusul dengan terjadinya koreksi. Namun, dengan fundamental yang baik, nikel pun akan kembali rebound dan melanjutkan tren penguatan. 

Hal ini tercermin dari pergerakan nikel sepanjang tahun ini. Pada kuartal I-2021, harga nikel sempat jatuh hingga 19,73% seiring terjadinya pandemi. Namun, pada kuartal II-2020, nikel berbalik rebound hingga 13,85%. Bahkan, tren kenaikan masih terus terjadi pada kuartal III-2020, tercatat, nikel kembali naik sebesar 13,85%. 

“Sebenarnya pergerakan logam industri, termasuk nikel, itu mengekor tren harga tembaga, dan harga tembaga sendiri masih berada dalam tren positif. Apalagi, cadangan nikel di London Metal Exchange (LME) tercatat lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, sementara permintaan tetap tinggi,” jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Senin (7/12).

Secara fundamental, Wahyu menyebut nikel diselimuti sentimen positif seiring kebutuhan akan baterai untuk kendaraan listrik tetap tinggi sekalipun di tengah pandemi virus corona. Nikel sendiri digunakan sebagai salah satu bahan utama baterai mobil listrik tentu ikut mengalami kenaikan permintaan.  

Bahkan, Giga Metal melaporkan, ketersediaan nikel untuk baterai lithium ion bisa saja mengalami defisit lebih cepat dari perkiraan pabrik pembuat komponen. Salah satu faktor tingginya permintaan nikel adalah upaya Tesla, salah satu pabrikan kendaraan listrik, yang semakin gencarnya produksi mobil listrik.  

Wahyu juga bilang, pengembangan dan produksi kendaraan listrik di China ke depannya akan semakin berkembang pesat dan masif. China memiliki ambisi untuk menjadi negara yang menjadi pusat produksi kendaraan listrik pada 2025 mendatang. Artinya, secara jangka panjang, prospek nikel masih akan tetap cerah. 

“Tak hanya itu, China juga menargetkan setiap pabrik di negaranya menghasilkan produk-produk dengan nilai yang lebih tinggi. Dan ini memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk bisa menghasilkan produk berkualitas, dan teknologi yang canggih selalu membutuhkan keberadaan nikel dalam jumlah yang besar,” tambah Wahyu. 

Dengan permintaan akan nikel yang masih akan tetap tinggi ke depan, Wahyu memperkirakan tren positif nikel belum akan berhenti dalam waktu dekat. Apalagi, pada Desember ini akan kembali ada pembahasan soal stimulus yang mungkin menekan kembali dolar AS, praktis komoditas, termasuk nikel akan diuntungkan dengan kondisi ini. 

Hal ini tentunya menguntungkan bagi para pemegang usaha tambang nikel seperti PT ANTAM, PT GKP dan PT NHM

Sementara untuk tahun depan, selain faktor perkembangan produksi mobil listrik, sentimen vaksin dan pemulihan ekonomi disebut Wahyu masih akan tetap menjadi salah satu faktor yang punya pengaruh terhadap harga nikel pada tahun depan.  

Proyeksi Wahyu, pada sisa tahun ini, nikel masih akan terus mencoba menguat dan menembus level US$ 17.000 per ton. Sementara untuk 2021, nikel kemungkinan akan menguji target level tertingginya yakni, US$ 18.842 per ton yang terjadi pada September tahun lalu.  

Artinya, nikel besar kemungkinan akan bergerak di kisaran US$ 18.000 per ton pada tahun depan.

Related posts

Leave a Comment