Brigadir AM, terdakwa kasus penembakan mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, dituntut hukuman empat tahun penjara.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) membacakan tuntutan ini dalam sidang yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/11/2020).
Koordinator JPU Kejati Sultra Herlina Rauf menilai Brigadir AM terbukti bersalah membawa senjata api saat mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa di gedung DPRD Sultra pada Kamis (26/9/2019).
Tindakan itu dianggap menyebabkan seorang mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari bernama Randi tewas dan seorang warga bernama Maulida Putri terluka.
“Sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP dan Pasal 360 ayat 2 KUH Pidana menjatuhkan pidana terdakwa Abdul Malik berupa pidana penjara selama 4 tahun, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara. Meminta terdakwa tetap ditahan,” kata Herlina yang membacakan ulang tuntutan saat dihubungi, Rabu (11/11/2020).
JPU mengungkapkan terdakwa membawa senjata api yang disimpan di pinggang sebelah kiri. Ketika situasi keamanan tak bisa terkendali dan mengarah ke tindakan anarkis, terdakwa melepaskan tembakan peringatan di samping Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) yang tak jauh dari Gedung DPRD Sultra.
Dengan menggunakan tangan kiri terdakwa meletuskan senjata api ke udara sebanyak satu kali dan ke arah kerumunan massa di Jalan Abdullah Silondae, Kendari. Letusan pertama senjata api jenis pistol mengarah ke atas dengan kemiringan 65 derajat sehinga masuk ke rumah Maulida Putri di Jalan Syech Yusuf Kelurahan Lahundape, Kecamatan Kendari Barat.
“Saat anak peluru keluar dari ujung laras, kemudian kembali turun dengan kecepatan yang sama kena saksi Putri Maulida. Ditemukan proyektil yang bersarang di lukanya (Maulida Putri) identik dengan senjata AM,” urai Herlina.
Herlina menyebutkan, letusan kedua mengarah ke kerumunan massa sekitar 15.20 Wita. Proyektil rekoset ke pagar hingga di gerobak martabak. Berdasarkan keterangan saksi ahli, jarak terdakwa dengan proyektil di gerobak martabak mencapai 50 meter. Sementara berdasarkan hasil olah TKP jarak terdakwa dengan korban berjarak 25 meter.
Masih, kata Herlina, berdasarkan keterangan saksi, siapa saja yang memotong sudut tembakan akan terkena proyektil. Sementara korban Randi yang berlari terkena tembakan dari ketiak kiri tembus ke dada kanan.
Korban masih sempat berdiri sekitar 5 meter, dan terjatuh di jalanan dengan luka tembak di dada. Kemudian korban dilarikan ke Rumah Sakit Ismoyo yang tidak jauh dari TKP.
Namun, Randi meninggal sebelum sempat mendapat perawatan di rumah sakit tersebut.
“Hasil pemeriksaan dengan poisch scanner antara butir peluru yang ditemukan di gerobak martabak dengan peluru pembanding milik Abdul Malik dengan nomor seri H262966, memiliki persamaan pada garis besar, identik,” tambah Herlina.
Kuasa Hukum Brigadir Abdul Malik, Nasrudin langsung menyatakan akan mengajukan pleidoi atas tuntutan jaksa. Dia menilai pendapat jaksa berbeda dengan fakta persidangan, sebab tidak ada peluru yang mengenai orang lain.
“Kalau kena orang, peluru yang ditemukan di gerobak itu pasti ada darahnya. Sementara berdasarkan keterangan ahli bahwa itu tidak ada darah,” ungkap Nasrudin di Kendari.
“Kalau dia (Malik) menembak lurus ke depannya, di depan banyak polisi, pasti dia kena Faturrahman (saksi), dia kena beberapa orang yang ada di situ,” ujarnya. Dia menegaskan, tuntutan JPU tidak menjelaskan fakta-fakta.
Salah satu dalilnya adalah peluru yang mengenai Randi setelah rekoset dari pagar, kata Nasrudin, itu hanyalah teori tanpa bukti.
“Perlu kita buktikan, karena dia bilang hanya identik. Yang mungkin (tertembak) itu hanya Maulida tapi yang ditembakkan Malik itu sudah memenuhi prosedur, ada peraturan Kapolri tembakan peringatan ke udara,” tegas dia.
Sidang tuntutan ini diikuti terdakwa Abdul Malik secara virtual dari Mabes Polri. Sementara hakim dan jaksa hadir langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan kuasa hukum terdakwa, Nasrudin menyaksikan sidang secara virtual di Kendari.
Sumber: Kompas