Hujan yang turun selepas subuh, masih menyisakan rintik. Aroma tanah basah segar tercium. Daun-daun tua, jatuh satu-satu tertiup angin pagi. Pada sebidang tanah lapang, di belakang bangunan kayu beratap dan bertembok terpal biru, sekira dua puluh orang berkumpul membentuk barisan. Sebatang kayu koto seukuran betis orang dewasa sepanjang sepuluh meter, kokoh tertancap. Mereka yang berkumpul di pagi yang dingin itu, akan merayakan upacara peringatan Kemerdekaan RI ke-77.
Mereka adalah karyawan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), bagian eksplorasi juga karyawan kontraktor eksplorasi. Bangunan terpal biru adalah kediaman mereka. Kamp Garuda namanya.
Kayu koto yang tertancap di sisi utara dekat sebatang kayu agatis tua yang roboh, menjadi tiang bendera. Sehari sebelumnya, petugas upacara sudah dibagikan. Ada yang bertindak selaku penggerek bendera, pembaca teks Pancasila dan UUD 1945. Ada pula yang bertindak selaku pemimpin upacara. Ernawan Jatmiko, pimpinan eksplorasi di Kamp Garuda, menjadi pembina upacara.
Suasana khidmat terasa benar, saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan, bersamaan dengan bendera yang dikerek naik. Di Kamp Garuda, di puncak Wawo Lantambaga, sang merah putih berkibar.
“Meski bukan dalam suasana yang riuh seperti di tempat lain, meski dalam kondisi serba keterbatasan, tidak menyurutkan semangat kami, untuk tetap merayakan upacara HUT Kemerdekaan ke-77. Dalam suasana seperti ini, kita diharapkan lebih merenungi, bagaimana perjuangan para pahlawan dahulu dalam merebut kemerdekaan. Darah, air mata dan nyawa, telah mereka korbankan, ” demikian ucap Jatmiko dalam sambutannya.
Lebih lanjut dia menegaskan, tugas generasi penerus saat ini adalah meneruskan titipan Kemerdekaan dari para pendahulu, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan, melakukan aktivitas yang memberi manfaat bagi banyak orang.
Lebih jauh, Jatmiko menyampaikan tentang filosofi Garuda yang menjadi lambang negara, sekaligus nama tempat kamp eksplorasi dan perayaan Kemerdekaan dilangsungkan.
Burung Garuda yang konon hidup pada abad ke-6 tersebut, melambangkan kekuatan, kemegahan dan kejayaan. Jumlah bulu sayap yang berjumlah 17, bulu ekor 8, bulu pangkal dan leher yang masing-masing berjumlah 19 dan 45, melambangkan Hari Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
“Filosofi dan nilai burung Garuda yang harus kuat tertanam dalam diri kita semua, semangat para pejuang bergerilya, melewati hutan, gunung dan lembah. Ini harus menjadi dasar dan semangat kita dalam melakukan aktivitas, “ungkap dia memberi semangat.
Dia juga berpesan kepada peserta upacara, untuk tetap menjaga keselamatan kerja, mengikuti standar kerja dalam industri pertambangan.
Dalam kegiatan pertambangan, aktivitas eksplorasi memiliki peran vital. Aktivitas ini menjadi mata jalan, bagi pemegang izin usaha melakukan kegiatan pertambangan. Dari hasil eksplorasi, potensi dan cadangan sumber daya alam di dalam perut bumi diketahui.
Aktivitas eksplorasi, seperti para gerilyawan zaman perjuangan. Mereka melewati hutan dan mendaki gunung, bermukim di tengah hutan, dalam jangka yang tidak pendek. Dari hasil eksplorasi, kegiatan pertambangan selanjutnya baru bisa dilaksanakan.
“Semangat Garuda dan Sang Saka Merah Putih, harus menjadi pegangan bagi kita, dalam melakukan kegiatan kita sehari-hari. Kita bisa merayakan Kemerdekaan, merah putih bisa berkibar, karena jasa para pejuang dahulu, “demikian pesan Jatmiko sekaligus mengakhiri sambutan upacara HUT RI ke-77.