Pengembangan Electric Vehicles (EV) sebagai pengganti mobil berbahan bakar fosil diprakarsai secara tidak langsung dengan adanya Paris Agreement pada tahun 2015. Paris Agreement 2015 merupakan perjanjian antar negara di seluruh dunia yang dimana salah satu bunyinya sepakat untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan investasi terhadap teknologi karbon rendah.
Negara – negara seperti United Kingdom, Rusia, Jepang, China, Indonesia, dll menandatangani perjanjian ini. Dengan penandatanganan ini, pengembangan EV merupakan salah satu poin utama untuk menerapkan hasil dari perjanjian ini.
Penggunaan komponen baterai dalam EV akan meningkatkan kebutuhan akan nikel sebagai salah satu komponen baterai. Secara tidak langsung, pengembangan EV akan memainkan peran besar untuk peningkatan aktivitas produksi nikel. Berdasarkan data Wood Mackenzie, dengan meningkatnya kebutuhan nikel, China telah membangun empat fasilitas nikel baru yang akan diimplementasikan pada produksi EV ke depan.
Saat ini, tren pengembangan kendaraan listrik sedang marak di dunia. Berdasarkan kajian Kemenko Bidang Kemaritiman, 40% dari total biaya manufaktur mobil listrik adalah baterai. Baterai kendaraan listrik menggunakan tipe baterai lithium ion, dengan bahan baku katodanya adalah nikel, kobalt, lithium, mangan, dan aluminium.
Potensi Nikel di Indonesia
Sebagai produsen nikel nomor satu di dunia, Indonesia siap memasok industri baterai lithium-ion yang berkembang pesat dan semakin penting. Banyak daerah di Indonesia yang menjadi surga nikel, salah satunya adalah Sulawesi Tenggara.
Di Kabupaten Konawe Utara juga terdapat aktivitas perusahaan tambang nikel yang cukup ramai. Kawasan tersebut biasa disebut di pulau Wawonii yang dipenuhi oleh kegiatan penambangan nikel oleh sejumlah perusahaan. Diketahui, perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan nikel di wilayah tersebut adalah PT Gema Kreasi Perdana. Perusahaan telah mampu menyumbang banyak lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.
Selain Sulawesi Tenggara, saat ini di Maluku utara, industri bahan baku baterai mobil listrik pertama yang tengah dibangun tepatnya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).
Industri yang sedang dibangun Harita Nickel itu, direncanakan mulai berproduksi pada akhir 2020. Kepala Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Hasyim Daeng Barang mengatakan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral dengan proses hidrometalurgi akan sangat menguntungkan dalam konservasi sumber daya alam, khususnya nikel.
Selama ini, smelter yang ada di Indonesia menyerap nikel kadar tinggi 1,7 ke atas. Sedangkan proses hidrometalurgi yang dikembangkan oleh Harita di Obi, menggunakan nikel kadar rendah di bawah 1,7
–
Sumber: investordaily